Mencari Pahlawan Antikorupsi

00.58
Mencari Pahlawan Antikorupsi
Oleh : Munawir Aziz*


Korupsi jadi wabah yang terus memburu korban dan menyusup dalam mental manusia Indonesia. Mental koruptif warga negeri ini sudah mencapai titik akut. Pemegang kuasa dari pucuk tertinggi sampai di struktur desa sering tergoda untuk mempraktikkan korupsi. Tindakan koruptif seolah jadi watak, mekanisme berpikir dan strategi bekerja yang mengesampingkan sikap kreatif. Mekanisme kerja manusia koruptif didasarkan pada struktur berpikir instan yang merasuk dalam pikiran dan tubuh. Mental dan skema kerja instan ini menghapus kreatifitas untuk menjadi manusia produktif.
Sikap korupsi jadi pertaruhan di persimpangan jalan reformasi birokrasi di negeri: perjuangan melawan kemungkaran korupsi diteruskan, atau disumbat dengan rekayasa kriminalisasi pejuang antikorupsi? Dewasa ini, pejuang anti korupsi sedang menghadapi dilema: bagaimana mungkin usaha menutup pintu korupsi akan berjalan mulus jika sistem hukum negeri ini masih memihak penjahat keadilan dan koruptor?

 
Perjuangan anti korupsi yang menggelora dalam iklim reformasi pasca 1998 penting untuk terus didukung. Mental koruptif yang mengidap dalam imajinasi manusia Indonesia harus dibongkar, meski berbenturan dengan resiko dan pengorbanan. Kasus-korupsi jadi perhatian besar manusia Indonesia jika ingin mencapai tingkat kemandirian, reformasi birokrasi, kesejahteraan ekonomi, dukungan sistem hukum dan stabilitas politik.
Namun, perjuangan antikorupsi ini sedang mencapai titik gawat: sengketa KPK, Polri dan Kejaksaan sedang memasuki ruang pelik. Rumitnya konflik hukum dan politis ini menjadi tontonan miris di tengah upaya reformasi hukum negeri ini. Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto, dua wakil pimpinan (non-aktif) KPK didakwa Polri telah menyalahgunakan wewenang dalam kasus korupsi yang melibatkan pejabat elite dan pengusaha. Namun, kedua pejabat KPK ini menerima dukungan dari ribuan masyarakat dan tokoh penting negeri. Ketika ditahan Polri beberapa waktu lalu, calon dan mantan presiden pun bersedia menjadi penjamin.
Konflik Cicak-Buaya ini terus bergulir menjadi isu nasional yang sangat politis. Kasus ini diduga berkaitan dengan kasus masalah uang triliunan rupiah Bank Century. Transkip dan rekaman yang menjadi bukti rekayasa hukum Indonesia bahkan mencatut nama R1. Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji dan Jaksa Muda Intelijen AH. Ritonga juga disinyalir terlibat dalam kasus korupsi Anggoro-Anggodo. Usaha Tim Delapan yang dipimpin Adnan Buyung Nasution, untuk mengusut dan mencari fakta kongkret sengketa rumit dalam rekayasa hukum jadi pintu melihat kejelasan kasus ini.
Membaca Indonesia
Kasus korupsi yang menjadi konflik antar pejabat, perdebatan pegiat hukum dan isu politis di ranah elite, penting untuk segera dicari titik terangnya. Saat ini, Indonesia sedang membutuhkan pahlawan anti korupsi. Pahlawan kemerdekaan dan kebangsaan negeri ini sudah sedemikian banyak, namun pahlawan anti korupsi belum diikrarkan. Pahlawan anti korupsi akan berjuang dengan mental asketis, analisis progresif dan kerja revolusioner. Aktifis dan pejuang anti korupsi hadir untuk memberi perhatian dan kesaksian narasi sejarah perselingkuhan uang - kuasa di Indonesia.
Mental koruptif manusia Indonesia sudah saatnya dirombak dengan imajinasi dan cara berpikir yang lebih segar. Membaca manusia Indonesia dewasa ini adalah membaca tubuh korupsi, kepala konflik, tangan rekayasa dan kaki dusta. Kasus korupsi yang menghantam manusia Indonesia dewasa ini, merupakan cermin refleksi masa lalu, membaca masa kini, dan meneroka masa depan.
Mental pengabdi dan budak jadi warisan kolonial yang masih dianut manusia Indonesia. Mental budak jadi tanda bahwa korupsi masih ada. Genealogi korupsi manusia Indonesia bisa dilacak dari mental pengabdi warisan kolonialisme selama lebih dari tiga abad. Sikap inilah yang ditentang Bung Hatta ketika menyemai mental mandiri manusia Indonesia.
Menurut Mohammad Hatta (1953: 62), “rakjat yang bersifat dan bersemangat budak, memang sudi mengurbakan diri untuk golongan yang dipertuan atau untuk kaisar dan radjanja. Akan tetapi rakjat yang sadar akan harga dirinja tidak akan mudah disuruh berbuat demikian. Istimewa rakjat yang insaf akan harga dirinja!. Pendek kata bagaimana djuga soal ini dibolak-balik, hanja satu djuga keputusan jang didapat: roh kebangsaan adalah satu masalah jang penting dalam pergerakan kemerdekaan jang tidak dapat disia-siakan, sekalipun oleh mereka jang tidak menyukainja.” Roh kebangsaan manusia Indonesia sedang digempur badai korupsi yang tak kunjung usai.
Pahlawan asketis
Indonesia seolah jadi panggung pertunjukan rekayasa hukum yang rumit, pelik dan melibatkan banyak elite politik. Orientasi pejabat negeri ini sering berujung akumulasi profit dan penumpukan kekayaan. Pahlawan korupsi yang berjiwa asketis dan bekerja progresif sangat dirindukan.
Keith Foulcer (2008) melukiskan bagaimana pahlawan dan founding fathers negeri ini berani memperjuangkan impian yang pada waktu itu hampir mustahil tercapai. Perjuangan hidup pejuang kemerdekaan didasari asketisme politik dan visi kebudayaan yang kongkret. Dalam risetnya tentang politik bahasa dan kemerdekaan Indonesia, Foulcer mengungkap sikap pejuang pada masa persiapan kemerdekaan yang rela kejar-kejaran dengan militer kolonial agar tak tertangkap ketika memberi semangat pemuda di beberapa wilayah.
Pejuang semisal Bung Karno, Hatta, Yamin, Armijn Pane dan beberapa tokoh lain yang ngotot untuk memakai bahasa Indonesia sebagai sarana untuk memperjuangkan cita-cita besar kemerdekaan. Walaupun Indonesia masih ditentang oleh pejabat kolonial, namun founding father ini bertekad untuk menghadirkan pewujudan nation-state bernama Indonesia, yang oleh Arnold Toynbe sebagai imagine community.
Sikap asketis para pendiri pahlawan kemerdekaan jadi refleksi untuk membaca tokoh Indonesia dewasa ini. Cindy Adams (1965) dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Masyarakat Indonesia, mengisahkan bagaiman Soekarno hidup dengan uang terbatas ketika mengorganisasi pemuda. Bahkan, menantu H. Cokroaminoto ini hidup dengan sedikit dana untuk menghidupi keluarga dan membiayai perjalanan serta kerja sosial mencerdaskan pemuda. Bung Karno dan tokoh-tokoh lain juga sering iuran untuk membiayai perjuangan.
Bagaimana kondisi manusia Indonesia mutakhir? Sikap asketis susah ditemukan dalam laku-ilmu manusia negeri ini. Pahlawan yang punya mental asketis, visi antikorupsi dan keberanian bertindak sedang dinanti. Rekayasa hukum, konflik elite, dan skandal korupsi di Indonesia membutuhkan pahlawan penyelamat. Ganyang Mafia (GM) yang digelorakan presiden Yudhoyono jadi gerbang dukungan perjuangan antikorupsi. Pahlawan antikorupsi sedang dinanti, pikiran dan kerja kreatifnya penting untuk menyelamatkan bangsa besar bernama Indonesia.

*Munawir Aziz, Esais dan peneliti, lahir di Pati.
Esai ini dimuat di Jawa Pos, 11 November 2009.

1 komentar:

  1. semoga saya bisa menjadi bagian dari pahlawan itu...

    buat referensi aja kang : PIKIRAN YANG TERKORUPSI, karya Kwik Kian Gie

    http://mostusgrey.blogspot.com/2010/11/tantangan-pemberantasan-korupsi-di.html

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.