Dialog Perdamaian antar Iman (Franz Magnis Suseno, M. Amin Abdullah, KH. Said Aqiel Siradj)
Dialog Perdamaian antar Iman
Oleh: Munawir Aziz*
Judul
Buku : Menggugat Tanggung Jawab ;Agama-Agama
Abrahamik bagi Perdamaian Dunia
Penulis :
Franz Magnis Suseno, M. Amin Abdullah, KH. Said Aqiel Siradj
Editor :
Robert B. Baowollo
Penerbit :
Impulse & Kanisius
Cetakan :
I, 2010
Tebal :
176 halaman
Konflik kemanusiaan yang terjadi di muka bumi
mengindikasikan ketegangan identitas antar elemen masih berlangsung tajam.
Konflik berdarah Israel-Palestina di Jalur Gaza, jejak perang Afghanistan,
konflik di Irak dan berbagai negeri lain merupakan bentuk hilangnya toleransi
serta macetnya komunikasi dialogis. Konflik-konflik itu tidak sekedar menikam
jantung warga, namun juga mentradisikan kekerasan yang merusak perdamaian
dunia.
Penyebab konflik kemanusiaan sering
dialamatkan pada fanatisme agama dengan dalih jihad. Peristiwa 11 September
2001 menjadi gerbang runcingnya konflik antara Barat dan dunia muslim. Peta
konflik pasca runtuhnya WTC-Pentagon menjadi semakin suram. Pemikir masalah identitas
bangsa dan politik internasional, mengungkap riak-riak politik yang terjadi di
sekitar peristiwa 11/9/2001. Edward Said menulis “Covering Islam”, yang
menjelaskan permaian wacana dan skema media dalam menjelaskan kedudukan
“Amerika” dan pengemasan citra dunia muslim, sebagai “rumah teroris”.
Terorisme menjadi citraan yang susah
dijelaskan maknanya secara komprehensif. Kepentingan politik terlalu kental,
hingga mendistorsi derivasi makna dari “terorisme”. Klaim terorisme menjadi
alasan bagi berlangsungnya perang di Afganistan, Irak dan ketegagan politik di
Iran. Kepentingan politik berselubung citra konflik agama menjadi pembenaran
dan isu internasional yang dirayakan media massa, namun ditangisi jutaan warga
di negeri konflik.
Akar konflik kemanusiaan di berbagai Negara,
sering dialamatkan pada ketegangan antar iman. Meruncingnya konflik antara
penganut Yahudi-Kristen-Islam menjadi penyebab berlarutnya tragedi kemanusiaan
di berbagai daerah. Sejarah umat manusia mencatat konflik atas nama agama yang berlangsung
mengerikan. Pembantaian etnis Yahudi oleh kuasa politik Nazi Jerman
mencerminkan fakta sejarah yang remuk redam. Perang Salib selama beberapa abad
mencerminkan mandegnya dialog antara kaum Muslim dan Kristen. Konflik
Israel-Palestina menjadi bukti tentang langgengnya konflik yang dilandasi
fanatisme agama dan kepentingan politik.
Dialog antar iman dalam agama Abrahamik
penting sebagai jembatan perdamaian untuk mengatasi konflik. Sebagai agama
Abrahamik (agama samawi) Yahudi, Kristen dan Islam perlu membentuk simpul
trialog dengan komunikasi egaliter dan deliberatif.
Oase dialog
Buku ini merupakan usaha untuk mengetengahkan
dialog antar iman dalam perspektif filsuf, teolog dan sufisme. Franz Magnis
Suseno, M. Amin Abdullah dan KH. Said Aqiel Siradj saling memberikan pikiran
kreatif sebagai solusi perdamaian global. Tiga esai panjang dalam buku ini
hadir untuk mengurai akar konflik, fanatisme agama dan solusi atas tragedi
kemanusiaan berbingkai agama.
Amin Abdullah mengungkapkan bahwa konflik
dengan latar belakang agama samawi terjadi ketika agama-agama tersebut
bersentuhan dengan realitas sosial, terinternalisasi pada kehidupan dan
membentuk identitas pengikut serta kelompok sosial. Orientasi kepentingan,
tafsir atas teks dan eskpresi keagamaan yang berbeda membuka pintu konflik
antar pemeluk agama. Selain itu, agama-agama juga saling melempar fatwa
keselamatan atas makhluk bumi, sebagai jalan menuju Tuhan. Klaim keselamatan
inilah yang menjadi akar ketegangan antar agama, yang merembet pada proses interaksi
antar pemeluknya.
Tafsir atas teks kitab suci sebagai pedoman
tiga agama samawi: Taurat, Injil dan Al-Qur’an perlu ditempatkan pada ruang
toleransi tanpa meminggirkan suara dari agama lain. Fanatisme serta klaim atas
kebenaran agama dan teks kitab suci inilah yang menyebabkan konflik semakin
runcing. Untuk itu, Said Aqiel Siradj menegaskan bahwa seharusnya umat beragama
menempatkan “kitab suci sebagai inspirasi, bukan aspirasi”.
Menurut Franz Magnis, konflik berjubah agama
dilandasi oleh egoisme sektarian, kepentingan politis dan tragedi warisan antar
agama. Konflik yang terjadi diperparah dengan kepentingan kuasa di berbagai
Negara, hingga menyentuh pada persoalan identitas dan harga diri. Namun,
konflik ini bisa diselesaikan dengan dialog intensif antar agama. Dialog bukan
dalam konteks teologi atau menelusuri kebenaran agama masing-masing, namun
mencari jalan tengah untuk saling memahami antar pemeluk agama. “Dialog dalam
masyarakat majemuk sangat membantu kita untuk menemukan kembali nilai-nilai yang
kita miliki bersama,” ungkap Franz Magnis (hal. 91).
Upaya dialog antar iman hadir dengan wajah
damai oleh ketiga teolog. Buku ini semacam oase untuk menyegarkan kembali
ketegangan antar pemeluk agama yang dibentengi klaim dan fanatisme buta. Dialog
antar iman menjadi jembatan komunikasi bagi terbentuknya masyarakat madani di
Indonesia maupun ranah internasional.
Ancaman fundamentalisme
Hanya saja, upaya dialog perdamaian ini
sering disergap oleh kaum fundamentalis di berbagai agama. Robert B. Baowollo,
editor buku ini mencatat bahwa fundamentalisme menjadi ancaman bagi upaya
dialog antar iman untuk menyemai perdamaian global. “Disadari bahwa dengan
kelompok fundamentalis, kalangan skripturalis dan hardliners memang amat sulit
membangun tradisi dialog dalam berteologi yang mengedepankan cara
berargumentasi yang memberi ruang untuk menguji kebenaran objektif atas sebuah
pertanyaan (argumentum ad rem), atau cara berargumentasi yang bisa
diterima akal sehat (argumentum ad iudicium), apalagi cara berargumentasi
yang sepenuhnya didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang harus dapat diuji
kebenarannya” (hal. 8).
Kaum fundamentalis cenderung menutup diri
dari proses dialog dengan mengedepankan egoism diri. Jalur kekerasan juga
sering diambil untuk memaksakan kebenaran subyektif pada kelompok lain. Inilah
ancaman bagi masa depan perdamaian antar agama di dunia.
Hadirnya buku ini bisa memecah kebuntuan dari
upaya dialog antar agama, di tengah jejak konflik di negeri ini maupun di dalam
konteks dunia. Tragedi Jalur Gaza, perang Afghanistan, Irak, maupun konflik
Ambon di negeri ini memberi pelajaran berharga tentang nilai kemanusiaan dan
subtansi perdamaian lintas batas.
Dialog antar iman menjadi solusi untuk
mengakhiri drama konflik yang terus menghadirkan tetesan darah di bumi Tuhan.
Buku ini dapat menjadi oase dan inspirasi bagi pemeluk agama untuk saling
mengerti “kesahihan diri dan orang lain”.
Munawir Aziz, peziarah
buku
Tidak ada komentar: