Tantangan Sang Menteri Dahlan Iskan

01.44

Tantangan Sang Menteri Dahlan Iskan
Oleh : Munawir Aziz*

Judul Buku     : Ganti Hati, Tantangan Menjadi Menteri
Penulis            : Dahlan Iskan
Pengantar      : dr. Robert Lai
Penerbit         : Elex Media Komputindo, Jakarta
Cetakan          : I, 2012
Tebal              : xxxii + 343 hal.


Buku “Ganti Hati, Tantangan Menjadi Menteri” ini merupakan buku kisah hidup-mati Sang Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan. Buku ini merupakan kumpulan 32 esai yang ditulis ketika dirinya menjalani transplantasi hati, di Tiongkok, pada 6 Januari 2007.
Dahlan Iskan lahir pada 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Ia adalah bos perusahaan surat kabar terbesar yang berbasis di Surabaya. Pada 23 Desember 2009, ia diangkat sebagai direktur utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan menjabat selama 1 tahun 10 bulan. Selanjutnya, pada 19 Oktober 2011Presiden SBY mengangkat dirinya sebagai Menteri BUMN, menggantikan Mustafa Abu Bakar yang sedang sakit.
Karirnya sebagai wartawan, pengusaha media, Dirut PLN dan kemudian sebagai menteri BUMN dilakoni dengan kerja keras. Bahkan, dengan tantangan yang luar biasa, terutama dalam masalah kesehatan. Namun, Dahlan Iskan tetap maju dengan perombakan paradigma birokrasi, membangun kultur perusahaan. Mengenai pengalaman sebagai Dirut PLN, Dahlan Iskan menulis:
“Sudah sering saya sebutkan, bahwa istri saya sangat keberatan saya menjabat Dirut PLN. “Untuk apa lagi?” katanya. “Bukankah uang kita sudah cukup untuk sampai anak cucu?” tambahnya. “Bukankah kesehatan harus diutamakan? Tidakkah ingin melihat cucu-cucu yang lucu?,Tidak takutkah nanti dikira korupsi? Difitnah orang? Masuk penjara? Mbelani apa? Begitu terus istri saya mengingatkan saya. Oleh karena itu, saya berusaha keras agar PLN sudah harus maju dalam tiga tahun. Saya harus bekerja keras. Kian keras kerja saya, kian cepat PLN membaik. Kian cepat pula saya bisa meninggalkan PLN, kembali menjadi orang bebas. Seenak-enak orang adalah menjadi orang bebas—terutama orang bebas yang sudah banyak uangnya (hal. xxii). Kisah inilah yang sebenarnya menjadi latar belakang jalan hidupnya di jalur birokrasi. Prinsip “Kerja, kerja, kerja” yang dicanangkan Dahlan Iskan, mampu membuat PLN melaju menjadi lebih baik. 



Manufacturing hope
Kontribusi Dahlan Iskan di PLN turut mengantarkan dirinya sebagai Menteri BUMN. Track record dalam membangun kultur efisien, merombak kinerja birokrasi dan menciptakan optimisme di kalangan pekerja, menjadikan PLN sebagai perusahaan yang maju. Kerja keras dan perombakan di PLN juga berimbas di BUMN. Pada awal masa kerja sebagai menteri BUMN, Dahlan Iskan mengunjungi lebih dari 100 perusahan di bawah naungan kementrian BUMN.
“Saya benar-benar ingin belajar memahami kultur manajemen yang berkembang di masing-masing BUMN. Saya juga ingin menyelami keinginan, harapan dan mimpi para pengelola BUMN kita. Saya ingin me-manufactoring hope”.

Dalam konteks ini, manufacturing hope yang dilakukan Dahlan Iskan, yakni dengan mengunjungi langsung kantor perusahaan, menyelami kultur dan memahami apa yang menjadi paradigma kerja pada masing-masing perusahan BUMN.
Pada masa awal menjabat menteri BUMN, Dahlan Iskan menyatakan bahwa dirinya memposisikan diri sebagai “CEO” perusahaan-perusahaan BUMN. “Saya ini ibaratnya sebagai gas, yang akan menjadikan perusahaan di bawah naungan BUMN melaju kencang, sedangkan Wakil menteri yang menjadi rem-nya. “Manufacturing hope” ala Dahlan Iskan menjadi visi kinerja perusahaan-perusahaan di bawah naungan BUMN. Kerja, kerja, kerja!   

Munawir Aziz,
Mahasiswa Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.